You Are Reading

0

Sejarah Kelam Kekalahan Kaum Muslimin di Perang Uhud

Aldiy Ibn Abdullah Minggu, 21 Oktober 2012




Sejak Perang Badar, pihak Quraisy tidak pernah tenang  lagi. Lebih-lebih karena  kesatuan Zaid bin Haritsah telah berhasil mengambil alih jalur perdagangan mereka ketika hendak pergi ke Syam melalui jalan Irak.

Orang-orang Quraisy kemudian sepakat menyiapkan angkatan perang guna memerangi Muhammad, dengan memperbesar jumlah dan perlengkapannya. Selanjutnya tenaga kabilah-kabilah akan dikerahkan dan agar ikut serta bersama mereka, menuntut balas terhadap kaum Muslimin. Tak hanya kaum pria, pihak Quraisy juga membawa pula kaum wanita mereka, dipimpin oleh Hindun, istri Abu Sufyan.


Hindun adalah sosok yang paling ingin membalas dendam, karena dalam peristiwa  Badar itu, ayahnya, saudaranya dan orang-orang yang dicintainya tewas terbunuh.  Keberangkatan Quraisy dengan tujuan Madinah yang disiapkan dari Dar An-Nadwa itu terdiri dan tiga brigade.

Brigade terbesar dipimpin oleh Talhah bin Abi Talhah terdiri dari 3.000 orang. Kecuali 100 orang saja dari Tsaqif, selebihnya dari Makkah, termasuk pemuka-pemuka, sekutu-sekutu serta golongan Ahabisynya. Perlengkapan dan senjata yang mereka bawa tidak sedikit, dengan 200 pasukan berkuda dan 3.000 unta, di antaranya 700 orang berbaju besi.

Sementara itu, Abbas bin Abdul Muthalib, paman Nabi, yang juga berada di tengah-tengah mereka, dengan teliti dan seksama memerhatikan semua kejadian itu. Di samping kesayangannya pada agama nenek-moyangnya dan golongannya, Abbas juga  mempunyai rasa solider dan sangat mengagumi Muhammad.

Hal inilah yang mendorongnya—tatkala diketahuinya keputusan Quraisy akan berangkat dengan kekuatan yang begitu besar—menulis surat menggambarkan segala  tindakan, persiapan dan perlengkapan mereka. Surat itu diserahkannya kepada seseorang dari kabilah Ghifar supaya disampaikan kepada Nabi. Dan orang ini pun sampai di Madinah dalam tiga hari, dan surat itu pun diserahkan kepada Rasulullah.

Pasukan Quraisy pun berangkat dan sampai di Abwa'. Ketika melalui makam Aminah binti  Wahab—ibunda Rasulullah SAW—timbul kedengkian beberapa orang yang berpikiran picik. Terpikir oleh mereka akan membongkarnya. Tetapi pemuka-pemuka mereka menolak perbuatan itu agar kelak tidak menjadi kebiasaan Arab. "Jangan menyebut-nyebut soal ini. Kalau ini kita lakukan, Bani Bakar dan Bani Khuza'ah akan membongkar juga kuburan mayat-mayat kita," kata mereka.

Quraisy  meneruskan  perjalanan  sampai  di  'Aqiq,  kemudian mereka berhenti di kaki gunung Uhud, dalam jarak lima mil dari Madinah.

Orang dari Ghifar yang diutus oleh Abbas bin Abdul Muthalib telah sampai di Madinah. Ia kemudian menyerahkan surat tersebut kepara Rasulullah, yang kemudian dibacakan oleh Ubay bin Ka'ab. Rasulullah meminta isi surat itu dirahasiakan, dan sang utusan kembali ke Madinah langsung menemui Sa'ad ibnu Al-Rabi' di rumahnya. Diceritakannya apa yang telah disampaikan Abbas kepadanya dan ia juga meminta supaya hal itu dirahasiakan. Akan tetapi istri Sa'ad yang sedang berada dalam rumah waktu itu, mendengar juga percakapan  mereka. Dengan demikian, sudah tentu  hal itu bukan rahasia lagi.

Dua orang anak-anak Fudzala, yaitu Anas dan Mu'nis, oleh Muhammad ditugaskan  menyelidiki keadaan Quraisy. Menurut pengamatan mereka, ternyata Quraisy sudah  mendekati Madinah. Kuda dan unta mereka dilepaskan di padang rumput sekeliling Madinah. Di samping dua orang itu, Rasulullah juga mengutus Hubab ibnu Al-Mundhir bin Al-Jamuh.

Setelah keadaan mereka itu disampaikan kepadanya seperti dikabarkan oleh Abbas, Nabi SAW sangat terkejut. Ketika kemudian Salamah bin Salamah keluar, ia melihat barisan depan pasukan kuda Quraisy sudah mendekati Madinah, bahkan sudah hampir memasuki kota. Salamah segera kembali dan menyampaikan apa yang dilihatnya kepada warga Madinah.

Pihak Aus dan Khazraj, begitu juga semua  penduduk Madinah merasa khawatir sekali akan akibat serbuan  ini, yang dalam sejarah perang, Quraisy belum pernah mengadakan persiapan sebaik itu. Pemuka-pemuka Muslimin di Madinah malam itu berjaga-jaga dengan senjata di masjid untuk menjaga keselamatan Nabi. Sepanjang malam itu seluruh kota dijaga ketat.

Keesokan harinya, orang-orang terkemuka dari kalangan Muslimin dan mereka yang pura-pura Islam—kaum munafik seperti disebutkan dan dilukiskan pula oleh Al-Qur'an—oleh Nabi diminta berkumpul untuk bermusyawarah. Nabi SAW berpendapat akan tetap bertahan dalam kota dan membiarkan Quraisy di luar kota.  Apabila mereka mencoba menyerbu masuk kota, maka penduduk kota ini akan lebih  mampu menangkis dan mengalahkan mereka.

Abdullah bin Ubay bin Salul mendukung pendapat Nabi itu. Para sahabat Rasulullah—baik Muhajirin ataupun Anshar—juga sependapat dengan Rasulullah. Akan tetapi pemuda-pemuda yang bersemangat yang belum mengalami Perang Badar, juga orang-orang yang pernah ikut Perang Badar—dan mendapat kemenangan disertai hati yang penuh iman, bahwa tak ada sesuatu kekuatan yang dapat  mengalahkan  mereka—lebih suka keluar menyongsong musuh di tempat mereka berada.

Pendapat ini mendapat dukungan luas. Mereka semua mengatakan bahwa bila Tuhan  memberikan kemenangan kepada mereka atas musuh, itulah yang mereka harapkan. Dan itu pula kebenaran yang telah dijanjikan Allah kepada Rasul-Nya. Kalaupun  mereka mengalami kekalahan dan mati syahid, mereka akan mendapat surga. Kata-kata yang menanamkan semangat keberanian dan mati syahid ini, sangat menggetarkan hati mereka.

Setelah jelas bahwa suara terbanyak ada pada pihak yang mau menyerang dan menghadapi musuh di luar kota, Rasulullah berkata kepada mereka, "Saya khawatir kalian akan kalah."

Tetapi mereka tetap ngotot ingin menyerbu. Tak ada jalan lain, Rasulullah pun mengikuti pendapat mereka. Cara musyawarah ini sudah menjadi undang-undang dalam kehidupan beliau. Dalam menyikapi tiap masalah, beliau tidak mau bertindak sendiri, kecuali yang sudah diwahyukan Allah kepadanya.

Apabila suatu masalah yang dibahas telah diterima dengan suara terbanyak, maka hal itu tak dapat dibatalkan oleh sesuatu keinginan atau karena ada maksud-maksud tertentu. Sebaliknya ia harus dilaksanakan, tapi orang yang akan melaksanakannya harus pula dengan cara yang sebaik-baiknya dan diarahkan ke suatu sasaran yang yang akan mencapai sukses.

Dan Muhammad SAW berangkat memimpin kaum Muslimin menuju Uhud. Di Syaikhan beliau berhenti. Dilihatnya di tempat itu ada sepasukan tentara yang  identitasnya belum  dikenal. Ketika ditanyakan, kemudian diperoleh keterangan,  bahwa mereka adalah orang-orang Yahudi sekutu Abdullah bin Ubay. Nabi bersabda, "Jangan meminta pertolongan orang-orang musyrik dalam melawan orang musyrik, sebelum mereka masuk Islam!"

Pagi-pagi sekali, kaum Muslimin berangkat menuju Uhud. Mereka memotong jalan sedemikian rupa sehingga pihak musuh itu berada di belakang mereka. Selanjutnya Muhammad SAW mengatur barisan para sahabat. Lima puluh orang barisan pemanah ditempatkan di lereng-lereng gunung.

"Lindungi kita dan belakang, sebab kita khawatir mereka akan mendatangi kita dari belakang. Dan bertahanlah kalian di tempat itu,  jangan  ditinggalkan!  Kalau kalian melihat kami dapat menghancurkan mereka sehingga kami memasuki pertahanan mereka, kalian jangan meninggalkan tempat. Dan jika kalian melihat kami diserang  jangan membantu. Tugas kalian adalah menghujani kuda mereka dengan panah, sebab  dengan serangan panah kuda itu takkan dapat maju," pesan Rasulullah.

Selain pasukan pemanah, yang lain tidak diperbolehkan menyerang siapa pun, sebelum beliau memberi perintah menyerang.

Adapun  pihak  Quraisy, mereka pun sudah menyusun barisan. Barisan kanan dipimpin oleh Khalid bin Walid, sedang sayap kiri dipimpin oleh Ikrimah bin Abu Jahal. Bendera diserahkan kepada Abdul Uzza Talhah bin Abi Talhah. Wanita-wanita  Quraisy sambil memukul tambur dan genderang berjalan di tengah-tengah barisan  itu. Kadang mereka di depan barisan, kadang di belakangnya. Mereka dipimpin oleh Hindun binti Utbah, isteri Abu Sufyan.

Kedua belah pihak sudah siap bertempur. Masing-masing telah siap mengerahkan  pasukan. Yang selalu teringat oleh Quraisy adalah peristiwa Badar dan korban-korbannya. Yang selalu teringat oleh kaum Muslimin Allah SWT serta pertolongan-Nya. Rasulullah berpidato memberi semangat dalam menghadapi pertempuran itu. Beliau menjanjikan pasukannya akan mendapat kemenangan apabila mereka tabah.

Perang pun pecah. Budak-budak Quraisy dan Ikrimah bin Abu Jahal yang berada di  sayap kiri, berusaha hendak menyerang Muslimin dari samping, tapi pihak Muslimin menghujani mereka dengan batu sehingga Abu Amir dan pengikut-pengikutnya lari tunggang-langgang.

Ketika itu juga Hamzah bin Abdul Muthalib berteriak, "Mati, mati!" Lalu terjun ke tengah-tengah tentara Quraisy itu.

Pekik takbir menggema dari kalangan Muslimin seraya melancarkan melancarkan serangan. Pihak Quraisy pun tak mau kalah, mereka menyerbu pula ke tengah-tengah pertempuran. Darah mereka mendidih ingin menuntut balas atas pemimpin-pemimpin dan pemuka-pemuka mereka yang tewas setahun lalu di Badar.

Dua kekuatan yang tidak seimbang itu, baik jumlah orang maupun perlengkapan, kini berhadap-hadapan. Kekuatan dengan jumlah yang besar ini motifnya cuma satu, balas-dendam! Dendam yang tak pernah pupus sejak Perang Badar. Sedang jumlah yang lebih kecil, motifnya adalah mempertahankan akidah, iman dan agama Allah.

Mereka yang menuntut balas itu terdiri dari orang-orang yang lebih kuat, dengan jumlah pasukan yang jauh lebih besar. Di belakang mereka, kaum wanita turut pula mengobarkan semangat. Tidak sedikit di antara mereka yang membawa budak-budak dan menjanjikan akan memberikan hadiah yang besar apabila mereka dapat membalaskan dendam atas kematian ayah, saudara, suami atau orang-orang yang dicintai lainnya, yang terbunuh di Badar.

Hamzah bin Abdul Muthalib adalah seorang pahlawan Arab terbesar dan paling  berani. Ketika terjadi Perang Badar dialah yang telah menewaskan ayah dan saudara Hindun, begitu juga tidak sedikit orang-orang yang dicintainya yang telah ditewaskan. Seperti juga dalam Perang Badar, dalam Perang Uhud ini pun Hamzah adalah singa dan pedang Tuhan (Syaif Allah) yang tajam. Ia berhasil menewaskan Arta bin Abd Syurahbil, Siba' bin Abdil Uzza Al-Ghubsyani, dan setiap musuh yang dijumpainya, tidak luput dari sabetan pedangnya.

Hindun telah menjanjikan Wahsyi—orang Abisinia dan budak Jubair bin Mut'im—akan diberikan hadiah besar apabila ia berhasil membunuh Hamzah. Begitu juga Jubair bin Mut'im sendiri, tuannya, yang pamannya terbunuh di Badar, berkata padanya, "Kalau Hamzah paman Muhammad itu kau bunuh, maka engkau kumerdekakan!"

Wahsyi pun berhasil membunuh Hamzah, paman Rasulullah. Hamzah, si pedang Allah, menjemput syahid di Uhud, terkena sambaran tombak Wahsyi. "Ketika terjadi  pertempuran, kucari Hamzah dan kuincar dia. Kemudian kulihat dia di tengah-tengah orang banyak sedang membabati orang dengan pedangnya. Tombak kuayunkan-ayunkan, lalu kulemparkan, dan mengenai sasaran di bawah perut Hamzah. Kubiarkan tombak itu sampai dia tewas. Sesudah itu kuhampiri dia dan kuambil tombakku, lalu kembali ke markas. Aku diam di sana, sebab sudah tak ada tugas lain selain itu. Aku membunuh Hamzah agar dimerdekakan dari perbudakan. Dan sesudah aku pulang ke Makkah, ternyata aku dimerdekakan," kata Wahsyi menuturkan kisahnya membunuh Hamzah.

Pertempuran berat sebelah itu, antara 700 orang Muslim melawan 3.000 kaum Musyrik Quraisy berhasil dimenangkan kaum Muslimin. Kemenangan Muslimin dalam Perang Uhud pada pagi hari itu sebenarnya adalah suatu mukjizat. Adakalanya orang menafsirkan, bahwa kemenangan itu disebabkan oleh kemahiran Muhammad SAW mengatur barisan pemanah di lereng bukit, merintangi pasukan berkuda dengan anak panah sehingga mereka tidak dapat maju dan tidak dapat menyergap Muslimin dari belakang. Ini memang benar. Tetapi juga tidak salah, kegagahan dan keberanian 600 orang Muslimin yang menyerbu pasukan yang jumlahnya lima kali lipat lebih banyak itu pun karena motifnya adalah iman.

Inilah yang membawa mujizat kepahlawanan melebihi kepandaian pimpinan. Barangsiapa yang telah beriman kepada kebenaran, maka ia takkan goncang oleh kekuatan materi, betapapun besarnya. Semua kekuatan batil yang digabungkan  sekalipun, takkan dapat menggoyahkan kebulatan tekad itu. Oleh sebab itulah, pasukan berkuda Quraisy kocar-kacir. Dan hampir-hampir pula wanita-wanita  mereka pun akan menjadi tawanan perang yang hina dina.

Kaum Muslimin kini mengejar musuh sampai mereka meletakkan senjata di mana  saja asal jauh dari bekas markas mereka. Kaum Muslimin kini mulai memperebutkan   rampasan perang. Alangkah banyaknya jumlah rampasan perang itu! Hal ini membuat mereka lupa, dan mengikuti terus jejak musuh, karena sudah mengharapkan kekayaan duniawi.

Hal ini dilihat pula oleh pasukan pemanah yang oleh Rasul diminta jangan meninggalkan tempat di gunung  itu, sekalipun mereka melihat kawan-kawannya diserang. Dengan tak dapat menahan air liur melihat rampasan perang itu, satu sama lain mereka berkata, "Kenapa kita masih tinggal di sini dan tidak berbuat apa-apa. Allah telah menghancurkan musuh kita. Mereka, saudara-saudara  kita  itu,  sudah   merebut markas musuh. Ayo kita ke sana, ikut mengambil rampasan perang!"

Yang seorang lagi tentu menjawab, "Bukankah Rasulullah sudah berpesan jangan meninggalkan tempat kita ini? Sekalipun mereka diserang!"

Yang pertama berkata lagi, "Rasulullah tidak menghendaki kita tinggal di sini terus-menerus, setelah Tuhan menghancurkan kaum musyrik itu."

Lalu mereka berselisih. Saat itu juga, tampil Abdullah bin Jubair, berpidato agar mereka jangan melanggar perintah Rasul. Namun sebagian besar tidak patuh. Mereka pun meninggalkan pos pertahanan. Yang tertinggal hanya beberapa orang  saja, tidak sampai sepuluh orang.

Seperti kesibukan Muslimin yang lain, para pemanah yang ikut bergegas meninggalkan posisinya itu pun sibuk pula dengan harta rampasan. Pada saat itulah Khalid bin Walid mengambil kesempatan, sebagai komandan kavaleri Makkah, ia mengerahkan pasukannya ke tempat pasukan pemanah, dan berhasil menghancurkannya.

Pihak Muslimin sangat sibuk memerhatikan soal rampasan perang. Di tengah keaadaan yang demikian, tiba-tiba Khalid bin Walid berseru sekuat-kuatnya, dan  membalikkan anak buahnya ke belakang tentara Muslimin. Mereka yang tadinya sudah terpukul mundur kini kembali maju dan menyerang pasukan Muslimin dengan pukulan maut yang hebat. Bencana pun berbalik.

Barisan kaum Muslimin sudah centang-perenang, persatuan sudah pecah-belah,  pahlawan-pahlawan teladan telah dihantam oleh pihak Quraisy. Mereka yang tadinya   berjuang dengan perintah Allah hendak mempertahankan iman, sekarang berjuang hendak menyelamatkan diri sendiri dari cengkraman maut.

Pada saat kondisi sedemikian kacau, muncul rumor bahwa Rasulullah telah terbunuh. Begitu Quraisy mendengar Nabi Muhammad terbunuh, mereka terjun mengalir ke  jurusan tempat di mana tadi beliau berada. Masing-masing ingin supaya dialah yang membunuhnya atau ikut memegang peran di dalamnya.

Ketika itulah Muslimin yang dekat sekali dengan Nabi segera mengelilinginya,  menjaga dan melindunginya. Iman mereka tergugah kembali, keberanian mereka  makin bertambah bilamana mereka melihat batu yang dilemparkan Quraisy itu telah  mengenai diri Nabi.

Wajah Rasulullah terluka, gigi gerahamnya tanggal. Dua keping lingkaran rantai topi besi yang menutupi wajah Rasulullah menembusi pipinya. Batu-batu yang menimpa Rasulullah itu dilemparkan oleh Utbah bin Abi Waqqash. Rasulullah dan para sahabat mundur dan mendaki Gunung Uhud, dengan demikian mereka dapat menyelamatkan diri dari kejaran musuh.

Ketika balatentara Islam sibuk mendaki Gunung Uhud, tiba-tiba Khalid bin Walid dengan pasukan berkudanya sudah berada di atas  bukit. Tetapi Umar bin Al-Khathab dan beberapa orang sahabat Rasul segera menyerang dan berhasil mengusir mereka.   Sementara itu, kaum Muslimin sudah makin tinggi mendaki gunung.

Namun keadaan mereka sudah begitu payah dan letih, sampai-sampai Nabi SAW melakukan shalat Zuhur sambil duduk—juga karena luka-luka yang dideritanya. Demikian juga kaum Muslimin yang lain, mereka shalat di belakang Rasulullah sambil duduk pula.

Sebaliknya pihak Quraisy, sangat girang dengan kemenangan ini. Mereka merasa telah membalas dendam kekelahan Perang Badar. Seperti kata Abu Sufyan, "Yang sekarang ini untuk peristiwa Badar. Sampai jumpa lagi tahun depan!"

Tetapi istrinya, Hindun binti Utbah, tidak cukup puas hanya dengan kemenangan, dan  tidak cukup hanya dengan tewasnya Hamzah bin Abdul Muthalib. Ia dan rombongannya menyiksa mayat-mayat Muslimin; mereka memotongi telinga dan hidung mayat kaum Muslimin. Hindun juga membedah perut Hamzah, mengeluarkan jantungnya, lalu mengunyahnya.

Selesai menguburkan mayat-mayatnya sendiri, Quraisy pun pergi. Kini kaum Muslimin kembali ke garis depan guna menguburkan mayat-mayat pasukan Islam. Kemudian Rasulullah mencari jenazah Hamzah, pamannya.

Ketika Rasulullah melihat kondisi jenazah pamannya, yang dianiaya dan dibedah perutnya, beliau sangat sedih. "Takkan pernah ada orang mengalami malapetaka seperti engkau ini. Belum pernah aku menyaksikan suatu peristiwa yang begitu menimbulkan amarahku seperti  kejadian ini," ujarnya.

Lalu katanya lagi, "Demi Allah, kalau pada suatu ketika Allah memberikan kemenangan kepada kami melawan mereka, niscaya akan kuaniaya mereka dengan cara yang belum pernah dilakukan oleh orang Arab."

Namun Allah SWT menurunkan firman-Nya: "Dan kalau kamu mengadakan pembalasan, balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar. Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaran itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan." (QS An-Nahl: 126-127)

Rasulullah kemudian memaafkan mereka, ditabahkannya hatinya dan beliau melarang  orang-orang melakukan penganiayaan. Diselubunginya jenazah Hamzah dengan mantelnya lalu dishalatkannya.

Nabi SAW kemudian memerintahkan supaya korban-korban itu dikuburkan di tempat mereka menemui syahid, demikian pula dengan jenazah Hamzah. Setelah itu, kaum Muslimin berangkat pulang ke Madinah, dibawah pimpinan Rasulullah, dengan meninggalkan 70 orang syuhada.

Kepedihan terasa melecut hati mereka; karena kehancuran yang mereka alami setelah  mendapat kemenangan. Semua ini terjadi karena pasukan pemanah melanggar perintah Nabi. Sementara kaum Muslimin terlalu sibuk mengurusi rampasan perang dari pihak musuh.






Sumber: Sejarah Hidup Muhammad oleh Muhammad Husain Haekal

ENTRI TERKAIT

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright 2010 JalurIslam