Bismillah,
Ada beberapa kalangan berpemahaman takfiriy mengatakan bahwa
istilah ‘non-muslim’ adalah istilah yang tidak syar’iy yang muncul untuk
menihilkan istilah ‘kafir’. Nash-nash yang ada dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah
hanya menggunakan istilah ‘kafir’, tidak istilah yang lain. Istilah
‘non-muslim’ adalah istilah yang hanya dipopulerkan oleh pemerintah – yang
menurut mereka adalah thaghut, kafir – sebagai bagian upaya deradikalisasi
aksi-aksi terorisme akhir-akhir ini.
Tidak kita pungkiri bahwa istilah ‘kafir’ banyak disebutkan
dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Misalnya, firman Allah ta’ala :
قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ
“Katakanlah: "Hai orang-orang
yang kafir” [QS. Al-Kaafiruun : 1].
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَصَدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ
ثُمَّ مَاتُوا وَهُمْ كُفَّارٌ
فَلَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَهُمْ
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir
dan menghalangi (manusia) dari jalan Allah kemudian mereka mati dalam keadaan
kafir, maka sekali-kali Allah tidak akan memberi ampun kepada mereka” [QS.
Muhammad : 34].
Begitu juga dengan sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam
:
يُجَاءُ
بِالْكَافِرِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيُقَالُ
لَهُ أَرَأَيْتَ لَوْ كَانَ لَكَ
مِلْءُ الْأَرْضِ ذَهَبًا أَكُنْتَ تَفْتَدِي
بِهِ، فَيَقُولُ: نَعَمْ، فَيُقَالُ لَهُ:
قَدْ كُنْتَ سُئِلْتَ مَا
هُوَ أَيْسَرُ مِنْ ذَلِكَ
“Pada hari kiamat orang kafir
didatangkan dan ditanya : 'Apakah seandainya engkau mempunyai emas sepenuh
bumi, apakah akan kau pergunakan untuk menebus dirimu (dari siksa) ?’. Mereka
berkata : ‘Ya’. Maka dikatakan kepada mereka : ‘Sungguh kalian dulu (semasa di
dunia) pernah diminta sesuatu yang lebih ringan daripada itu (namun kalian
tidak melakukannya)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 6538].
Kita tidak mengingkari peristilahan ‘kafir’ dalam nash-nash
tersebut, karena mengingkari istilah ‘kafir’ dapat menyebabkan kekafiran bagi
seorang muslim. Namun pertanyaannya adalah – meminjam istilah pak Karni Ilyas -
: “Apakah istilah non-muslim itu dilarang oleh syari’at dan hanya dimunculkan
oleh pemerintah dalam program deradikalisasi, sebagaimana klaim mereka ?”.
Mari kita perhatikan nash berikut :
Allah ta’ala berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا شَهَادَةُ بَيْنِكُمْ
إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ
حِينَ الْوَصِيَّةِ اثْنَانِ ذَوَا عَدْلٍ مِنْكُمْ
أَوْ آخَرَانِ مِنْ غَيْرِكُمْ إِنْ
أَنْتُمْ ضَرَبْتُمْ فِي الأرْضِ فَأَصَابَتْكُمْ
مُصِيبَةُ الْمَوْتِ تَحْبِسُونَهُمَا مِنْ بَعْدِ الصَّلاةِ
فَيُقْسِمَانِ بِاللَّهِ إِنِ ارْتَبْتُمْ لا
نَشْتَرِي بِهِ ثَمَنًا وَلَوْ
كَانَ ذَا قُرْبَى وَلا
نَكْتُمُ شَهَادَةَ اللَّهِ إِنَّا إِذًا
لَمِنَ الآثِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman,
apabila salah seorang kamu menghadapi kematian, sedang dia akan berwasiat, maka
hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang adil di antara kamu, atau
dua orang dari selain kalian, jika kamu dalam perjalanan di muka bumi lalu kamu
ditimpa bahaya kematian. Kamu tahan kedua saksi itu sesudah sembahyang (untuk
bersumpah), lalu mereka keduanya bersumpah dengan nama Allah jika kamu
ragu-ragu: "(Demi Allah) kami tidak akan menukar sumpah ini dengan harga
yang sedikit (untuk kepentingan seseorang), walaupun dia karib kerabat, dan
tidak (pula) kami menyembunyikan persaksian Allah; sesungguhnya kami kalau
demikian tentulah termasuk orang-orang yang berdosa" [QS. Al-Maaidah :
106].
Tentang makna مِنْ
غَيْرِكُمْ (dari selain
kalian), maka para ulama telah menjelaskan maknanya adalah : non-muslim (من غير المسلمين)
[lihat Tafsir Ath-Thabariy, 11/160- dst.].
Inilah yang dikatakan Ibnu ‘Abbaas radliyallaahu ‘anhumaa
sebagaimana riwayat :
حَدَّثنا
أَبِي، ثنا سَعِيدُ بْنُ
عَوْنٍ، ثنا عَبْدُ الْوَاحِدِ
بْنُ زِيَادٍ، ثنا حَبِيبُ بْنُ
أَبِي عَمْرَةَ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ
جُبَيْرٍ، قَالَ: قَالَ ابْنُ
عَبَّاسٍ، فِي قَوْلِهِ: أَوْ
آخَرَانِ مِنْ غَيْرِكُمْ، قال:
" مِنْ غَيْرِ الْمُسْلِمِينَ مِنْ
أَهْلِ الْكِتَابِ "
Telah menceritakan kepada kami ayahku : Telah menceritakan
Sa’iid bin ‘Aun : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdul-Waahid bin Ziyaad :
Telah menceritakan kepada kami Habiib bin Abi ‘Amrah, dari Sa’iid bin Jubair,
ia berkata : Telah berkata Ibnu ‘Abbaas tentang firmannya : ‘atau dua orang
dari selain kalian’ (QS. Al-Maaidah : 106), ia berkata : ‘Kalangan non-muslim,
dari Ahlul-Kitaab” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Haatim dalam Tafsiir-nya no.
6934; sanadnya hasan].
Para ulama terdahulu pun sering menggunakan istilah
non-muslim dalam kitab-kitab mereka. Misalnya, Ibnu Hibbaan rahimahullah yang
membuat bab dalam kitabnya – Shahiih Ibni Hibbaan - :
ذكر الإخبار بأن غير
المسلمين إذا دخلوا النار
يرفع الموت عنهم ،
ويثبت لهم الخلود فيها
“Penyebutan pengkhabaran bahwasannya
orang-orang non-muslim jika masuk ke dalam neraka, kematian akan diangkat dari
mereka dan menetapkan bagi mereka kekekalan di dalamnya (neraka)” [Shahiih Ibni
Hibbaan, 16/515].
Begitu juga dengan guru Ibnu Hibbaan, yaitu Ibnu Khuzaimah
rahimahumallah, saat menjelaskan permasalahan orang-orang yang berhak menerima
zakat, ia berkata :
في هذا الخبر دلالة
على أن الصدقة المفروضة
غير جائز دفعها إلى
غير المسلمين و إن كانوا
فقراء أو مساكين لأن
النبي صلى الله عليه
و سلم أعلم
أن الله أمره أن
يأخذ الصدقة من أغنياء
المسلمين و يقسمها على
فقرائهم لا على فقراء
غيرهم
“Hadits ini menunjukkan shadaqah
yang diwajibkan (zakat) tidak boleh diberikan kepada non-muslim, meskipun
mereka termasuk golongan fakir dan miskin. Hal itu dikarenakan Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam lebih mengetahui bahwasannya Allah telah
memerintahkan beliau untuk mengambil shadaqah dari orang-orang kaya dari kaum
muslimin dan membagikannya kepada kaum faqir di antara mereka (kaum muslimin),
bukan kepada orang-orang faqir dari selain mereka (non-muslim)” [Shahiih Ibni
Khuzaimah, 4/64].
Begitu juga dengan para fuqahaa’ madzhab. Dalam kitab
Raddul-Mukhtaar – kitab fiqh madzhab Hanafiy – disebutkan :
قُلْت
: وَذَكَرَ فِي شَرْحِ السِّيَرِ
الْكَبِيرِ أَنَّ عُمَرَ كَتَبَ
إلَى سَعْدِ بْنِ أَبِي
وَقَّاصٍ وَلَا تَتَّخِذْ أَحَدًا
مِنْ الْمُشْرِكِينَ كَاتِبًا عَلَى الْمُسْلِمِينَ ،
فَإِنَّهُمْ يَأْخُذُونَ الرِّشْوَةَ فِي دِينِهِمْ وَلَا
رِشْوَةَ فِي دِينِ اللَّهِ
تَعَالَى قَالَ وَبِهِ نَأْخُذُ
فَإِنَّ الْوَالِيَ مَمْنُوعٌ مِنْ أَنْ يَتَّخِذَ
كَاتِبًا مِنْ غَيْرِ الْمُسْلِمِينَ
{ لَا تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِنْ دُونِكُمْ } .
“Aku katakan : Dan disebutkan dalam
Syarh As-Siyar Al-Kabiir bahwasannya ‘Umar pernah menulis surat kepada Sa’d bin
Abi Waqqaash agar jangan mengambil seorang pun dari kalangan orang-orang
musyrik sebagai sekretaris bagi orang-orang muslimin, karena mereka mengambil
uang sogokan (risywah) dalam agama mereka, dan tidak boleh ada uang sogokan
dalam agama Allah ta’ala. Ia (penulis Syarh As-Siyar) berkata : Dan dengannya
kami berpendapat, karena seorang penguasa terlarang untuk mengambil sekretaris
dari kalangan non-muslim berdasarkan firman-Nya ta’ala : ‘Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di
luar kalanganmu’ (QS. Aali ‘Imraan : 118)” [Raddul-Mukhtaar, 7/111 – via
Syaamilah].
Fuqahaa’ madzhab Maalikiyyah :
فَقَدْ
رُوِيَ عَنْ عَلِيِّ بْنِ
أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ : مِنْ
السُّنَّةِ أَنْ لَا يُقْتَلُ
مُسْلِمٌ بِذِمِّيِّ عَهْدٍ وَلَا حُرٌّ
بِعَبْدٍ ، وَنَقَلَ الْبَاجِيُّ
إجْمَاعَ الصَّحَابَةِ عَلَى ذَلِكَ ،
وَقَيَّدْنَا الْحُرَّ بِالْمُسْلِمِ لِنَتَحَرَّزَ عَنْ الْحُرِّ غَيْرِ
الْمُسْلِمِ فَإِنَّهُ يُقْتَلُ بِالْعَبْدِ الْمُسْلِمِ .
“Dan telah diriwayatkan dari ‘Aliy
bin Abi Thaalib radliyallaahu, bahwasnanya ia berkata : ‘Termasuk sunnah adalah
tidak dibunuh seorang muslim karena membunuh kafir dzimmiy yang mempunyai
perjanjian (terhadap kaum muslimin). Tidak pula orang merdeka karena membunuh
seorang hamba (budak)’. Al-Baajiy menukil adanya ijmaa’ shahabat dalam
permasalahan tersebut. Dan kami men-taqyid orang merdeka dengan status muslim
untuk menjaga/membatasi dari orang merdeka non muslim, karena ia (orang merdeka
non-muslim) tetap dibunuh karena membunuh hamba/budak yang berstatus muslim”
[Al-Fawaakihud-Dawaaniy, 7/99 – via Syaamilah].
Fuqahaa madzhab Syaafi’iyyah :
أَحَدُهُمَا
: أَنَّ مَنْ لَمْ تُقْبَلْ
شَهَادَتُهُ عَلَى الْمُسْلِمِ ،
لَمْ تُقْبَلْ شَهَادَتُهُ عَلَى غَيْرِ الْمُسْلِمِ
كَالْفَاسِقِ
“Pertama, orang yang tidak diterima
persaksiannya terhadap orang muslim, maka tidak diterima persaksiannya pula
terhadap orang non-muslim, seperti orang fasiq……” [Al-Haawiy Al-Kabiir
lil-Maawardiy, 17/127 – via Syaamilah].
Fuqahaa’ madzhab Hanabilah :
وَإِنْ
لَمْ يَبْلُغْ نِصَابًا ، أَوْ بَلَغَ
نِصَابًا وَلَمْ يَكُنْ لِمُسْلِمِ
، فَلَا زَكَاةَ
فِيهِ ، فَإِنَّ الزَّكَاةَ
لَا تَجِبُ عَلَى غَيْرِ
الْمُسْلِمِينَ
“Apabila belum mencapai nishab, atau
telah mencapai nishab namun tidak pada seorang muslim; maka tidak ada kewajiban
zakat padanya. Karena zakat tidaklah diwajibkan pada orang-orang non-muslim”
[Al-Mughniy, 5/346 – via Syaamilah].
Istilah non-muslim (ghairul-muslim) adalah masyhur di lisan
para ulama kita, dulu hingga sekarang.
Oleh karena itu, saya mengandai-andaikan seandainya saya
menerima doktrinase sebagian orang-orang takfiriy itu,….. maka program
deradikalisasi terorisme telah ada semenjak jaman para shahabat, turun-temurun
hingga diwarisi oleh pemerintah dengan densus 88 anti terror-nya.
Wallaahu a’lam.
Artikel: abul-jauzaa.blogspot.com
0 komentar:
Posting Komentar